Surabaya — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk memperkuat ekosistem keuangan digital yang inovatif, inklusif, aman, dan berintegritas di tengah pesatnya adopsi layanan digital di masyarakat.
Hal ini disampaikan Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-Officio BI, Juda Agung, dalam kegiatan OJK Mengajar bertema
“Inovasi Digital di Sektor Keuangan Indonesia: Mendorong Inovasi dan Mitigasi Risiko” di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jumat (7/11).
Juda menjelaskan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan digitalisasi tercepat di dunia.
“Jumlah handphone yang dimiliki 125 persen dari penduduk Indonesia, screen time orang Indonesia ternyata 7 jam per hari. Jadi tidak heran jika transaksi digital tumbuh sangat cepat,” ujarnya.
Transformasi ini berdampak besar pada sektor jasa keuangan, mulai dari pembayaran digital, perbankan digital, pembiayaan berbasis teknologi, hingga investasi dan aset digital.
Menurut Juda, perkembangan tersebut memperluas akses keuangan masyarakat dan mendorong efisiensi layanan.
Namun, ia mengingatkan pentingnya kewaspadaan karena peningkatan aktivitas digital turut membawa risiko kejahatan siber, penipuan (fraud), dan serangan digital yang semakin kompleks.
Sebagai langkah mitigasi, OJK dan BI terus memperkuat koordinasi pengawasan serta keamanan sistem keuangan digital melalui pengembangan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang melibatkan perbankan, penyedia uang elektronik, dan e-commerce untuk mempercepat penanganan penipuan digital.
“OJK tidak bisa menjaga sistem keuangan sendirian. Bersama Bank Indonesia, LPS, dan Kementerian Keuangan, kita bergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK),” kata Juda.



















