INFOCHANNEL.ID, MAKASSAR — PT Hadji Kalla akhirnya angkat bicara soal polemik lahan di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, tepat di depan Trans Studio Mall (TSM) Makassar. Perusahaan yang berdiri sejak 1952 itu menegaskan aktivitas di lokasi tersebut sepenuhnya sah karena berada di atas lahan milik mereka dengan bukti hukum yang kuat.
Kuasa Hukum PT Hadji Kalla, Azis T, menyampaikan klarifikasi pada Kamis (30/10) menanggapi pemberitaan dan berbagai spekulasi yang berkembang terkait kegiatan pematangan lahan di area seluas 164.151 meter persegi tersebut.
“Lahan itu sudah dikuasai dan dimiliki PT Hadji Kalla sejak 1993, berdasarkan dokumen resmi negara yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar,” ujar Azis di depan awak media.
Menurutnya, lahan itu tercatat dalam empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla, masing-masing dengan nomor 695, 696, 697, dan 698 di Kelurahan Maccini Sombala, serta diperkuat dengan akta pengalihan hak tahun 2008. BPN juga telah memperpanjang masa HGB tersebut hingga 24 September 2036.
Azis menyebut aktivitas pemagaran dan pematangan lahan yang dilakukan sejak 27 September 2025 sempat mendapat gangguan fisik dari pihak tertentu yang diduga berasal dari PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, perusahaan afiliasi Grup Lippo. Pihak GMTD disebut mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya dan bahkan mengajukan permohonan eksekusi.
“Klien kami baru mengetahui adanya permohonan eksekusi itu pada 13 Agustus 2025. Permohonan tersebut diajukan oleh kuasa hukum PT GMTD dengan dasar perkara perdata tahun 2000,” kata Azis.
Namun, Azis menegaskan PT Hadji Kalla bukan pihak dalam perkara yang dijadikan dasar permohonan eksekusi tersebut. Ia menilai langkah GMTD itu tidak memiliki dasar hukum kuat karena putusan perkara hanya berlaku bagi pihak yang berperkara dan ahli warisnya.
“Secara hukum, PT Hadji Kalla tidak terikat dengan putusan itu karena kami bukan pihak dalam perkara tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh, Azis menjelaskan bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap pihak ketiga yang tidak disebut dalam amar putusan melanggar ketentuan hukum acara perdata dan prinsip due process of law sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Eksekusi terhadap pihak yang bukan subjek perkara merupakan pelanggaran hukum. Karena itu kami sudah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan atau menunda eksekusi sampai ada kejelasan hukum,” ujarnya.
Azis menegaskan, langkah hukum ini ditempuh demi menjaga kepastian hukum dan menghindari kerugian pihak yang memiliki hak sah atas tanah tersebut.



















